ketika hati berbicara

Bagi sang jiwa yang memeluk jiwaku,
bagi hati yang mencurahkan rahasia-rahasianya
pada hatiku,
dan bagi tangan yang menyalakan api emosiku,
aku persembahkan puisi ini
CINTA
Cinta..
Kau hadir dengan sejuta harapan..
Segenggam impian dan angan,
Janjikan tawa canda penuh bahagia..
Tapi mengapa harus luka yang kudapat??
Kepedihan hati yang tak terobati,
disaat hati ini telah kuyakini..
Diantara bintang aku bertanya..
berbiaskan cahaya rembulan..
Apakah ini yang namanya cinta??
Indah yang sekejap mata..
namun sakitnya tak terhinnga..
Kata-katapun tak mampu wakili..
akan pedih hati ini..
CINTA itu bahagia tapi menyakitkan..
saat kita mencintai, kita bahagia..
saat kita cemburu, kita terluka..
CINTA tak harus memiliki?
“itu bohoong !!
semua orang ingin memiliki, bahkan kadang merasa harus memiliki..
Dengan melihat orang yang dicintai bahagia, kita pun bahagia?
“bohoong”!!!
kita hanya pura2 bahagia,,
di saat hati kita sakit, itu mengajarkan kita untuk menjadi MUNAFIK..
Lebih bahagia dicintai dari pada mencintai?
“itu salah”!!!
saat di cintai kita hanya merasa bangga,
namun saat mencintai kita dapat merasakan arti bahagia sesungguhnya..
MIMPI YANG HILANG
Dibawah hamparan gelap luas yang bertabur bintang
Aku menatap satu bintang yang paling terang
Aku menatapnya dengan penuh harapan
Seolah itu kau
Yang kini jauh seakan hilang..
Selama ini
Aku mencoba tuk selalu mengerti hatiku
Namun ternyata semua masih semu ku rasakan
Nama yang terukir dalam karang hatiku
Kini seakan terkikis
Oleh ombak yang menghantam..
Aku dan jenuhku, Bersamaan membisu
Terlalu jauh untuk maraih bintang yang sedang ku tatap
Aku dan senyumku
Mengikuti diam termenung
Namun tercipta sebuah mimpi
Yang hilang hanya dalam sekejap
SENJA
Kepada senja aku mengadu
Menangisi kepergianmu dari hidupku…
mengapa bahagia itu hanya sesaat saja..
Laksana hujan yang terus mencumbui bumi…
Laksana gerimis yang selalu mendekap pagi..
Aku disini terpaku dalam diam..
Kepada senja aku mengadu..
Betapa pedih hatiku ini
Kau menghilang bak ditelan bumi..
Hanya goresan kecil yg menyayat kalbu..
kau tancap dalam pilunya hatiku…
Bahwa kau tak bisa mencintaiku…
Kepada senja aku mengadu
Rindu ini menghujam jantungku
Bagai ombak besar yg menghantam dadaku
Hingga aku tak bisa bernafas karena desakan
rasa rindu yg sangat kuat…
Oh cinta mengapa taqdirnya begitu kejam..
Kau berikan aku dia tp kau sekap dia dalam kesunyian malam..
Kini aku hanya pasrah dalam diam
Hatiku telah membeku dimakan waktu
DI UJUNG KATA-KATA
Lengkaplah sudah sepi ini mengurung sendiriku
Terkulai dikunyah nelangsa yang berapi-api
Menyusuri jalanan lengang
Bersimbah angan tanpa tujuan
Dalam derap gerimis yang pongah menghujam
Terbuai wajahmu menyusup bertubi-tubi
Membawa sebaris kata bahagia yg menenggelamkan nurani
Di atas pengharapan tak berkesudahan
Tentang rindu kusam
Tentang cinta terbuang
Mengutip satu namamu di antara keluh kesah
Gundah gelisah, air mata, dan lara
Masihkah ada sedikit senyum darimu
Di batas penantianku yang kini makin terbata
Jika masih ada ruang di hatimu
Untukku, sedikit saja, tolong bicaralah
Pada tanah membentang
Pada pohon-pohon rindang
Dan angin yang mengusik keangkuhan
Setidaknya biar ada tanda yg bisa kubaca dan kuraba
Janganlah sepi yang hadir
Janganlah semu yang membeku
Karena aku selalu berjalan menujumu.
kata kata hati yang sedang kurasakan tertulis disebuah canvas dunia maya dan hanya bagai coretan .

Kado terakhir dan terindah

“loe gila ya Win? Gimana bisa loe nyomblangin gue sama mantan loe.” sergahku.

“Firan sendiri yang minta,  ya gue kabulin.” Jawab Windi.
Sahabatku satu itu memang gila. Setelah kemaren aku dibuat bingung oleh sesosok penelfon misterius, dan ternyata dia adalah mantan Windi yang ternyata aku kenal. Dan kagetnya, dia sengaja meminta nomor handphoneku pada Windi. Setelah mengungkapkan identitas sebenarnya, Firan malah lebih sering lagi menghubungiku.
“Key, kapan bisa jalan sama loe.”

“kapan-kapan deh.”jawabku
Sebenarnya aku merasa gak nyaman sama Windi, tapi perhatian Firan membuatku luluh. Hingga suatu saat.

“key, gue sayang sama loe. Loe mau jadi cewek gue?” ucapan Firan mengagetkanku.

“Firan..loe mantan sahabat gue, gue gak mungkin jadian sama mantan sahabat gue sendiri. Gue takut dia tersakiti.”
“udahlah Key, Windi gak papa kok. Dia ikhlasin gue, gue tuh cuma temenan aja sama dia sekarang.”
Tiba-tiba panggilan telepon pun tertahan,dan tiba-tiba ada suara Windi.
“udahlah Key,santai aja. Kita udah gak ada apa-apa,lagian gue gak mungkin ngabulin permintaan dia buat minta comblangin sama loe kalau gue masih sayang sama dia.” Ucap Windi.

“tapi  Win…”
“udah denger sendiri kan,,Windi aja gak pa-pa.” Firan memotong kalimatku dan Windi pun mematikan teleponnya.
“jadi gimana?” Tanya Firan lagi.
“sebenernya sih gue juga sayang sama loe…Cuma..”
“makasih ya Key,gue seneng banget. Jadi lo mau jadi pacar gue.” Lagi-lagi Firan memotong kalimatku. Aku hanya bisa menganggukkan kepala.
“iya Fir..”jawabku kemudian.

***

Gak terasa udah seminggu aku jadian sama Firan. Memang indah,karena perhatian Firan mampu melunakkan hatiku. Namun lama kelamaan aku semakin merasa bersalah dengan Windi. Hingga suatu hari Firan terkejut dengan ucapanku.
“Fir..kayaknya hubungan kita udah gak bisa dilanjutin lagi deh. Aku terus merasa bersalah sama Windi,aku tahu perasaan dia gimana ngeliat kita jalan berdua. Walaupun dia gak bilang, tapi aku tahu Fir..” ucapku.

“Key,Windi gak kayak gitu. Dia ikut seneng kok ngeliat kita. Lagian gak ada apa-apa juga kan, gak ada yang berubah kan dari sikap Windi sejak kita jadian.” 
“iya Fir..tapi aku tahu perasaan dia sebenarnya. Lebih baik kita temenan aja dulu ya.” Aku tetap nekad pengen putus sama dia. Sesaat dia terdiam.

“hmm…ya udah deh kalau memang itu mau kamu. Tapi kita tetep temenan kan,gak pa-pa kan kalo aku tetep sayang sama kamu.” Ucap Firan kemudian.
Aku hanya mengangguk lalu pergi dari hadapan Firan.
Suatu hari Windi mendekatiku, ternyata dia heran melihat aku dan Firan sudah jarang kelihatan berdua.
“Key..mana Firan. Gue gak pernah lagi liat dia sama loe jalan.”
“mmm…gue udah gak sama Firan lagi Win. Gue gak enak sama loe,gimana perasaan loe liat kita jalan, loe kan mantannya dia.” Jawabku jujur.

“ya ampun Key…gak gitu juga kali. Gue nyantai aja,gue gak ada rasa apa-apa lagi sama dia. Ngapain sih loe mutusin dia,,gue ikut seneng liat dia sama loe jadian. Gue tahu loe baik buat dia.” Jelas Windi. Aku hanya bisa terdiam dan mengangkat bahu.
“ya gimana lagi,, udah putus juga,udah kejadian.”lanjutku kemudian.
“gue yakin bentar lagi dia bakal minta loe buat  balikan lagi sama dia. Gue tahu Firan gimana.”

Sepulang sekolah, tanpa ganti baju lagi aku langsung merebahkan diri di kasur empukku. Saat baru akan memejamkan mata, dering handphone mengejutkanku dan tertera nama Firan di sana.

“iya Fir..kenapa?”tanyaku
“kamu lagi ngapain Key? Udah makan belom? Aku ganggu gak?” Tanya Firan bertubi-tubi.
“gak lagi ngapa-ngapain. Gak kok gak ganggu.” Jawabku seadanya.
“gimana kabar kamu, baik-baik aja kan?” Tanya Firan lagi
“baik kok..kamu?”
“baik juga. Ya udah ya Key,baik-baik ya. Aku cuma pengen denger suara kamu aja kok.” Ucap Firan kemudian dan dia langsung mematikan telepon. Mendengar ucapan terakhirnya, aku terdiam.
***

Setelah hampir 1 bulan aku putus dengan Firan, muncul seorang yang ingin jadi pengganti Firan. Namun sama dengan Firan dulu, aku belum kenal lama dengan Gion. Tapi untuk sekedar melupakan Firan bolehlah pikirku. Akhirnya setelah aku pikir-pikir,aku juga menerima Gion. Gak kerasa hubunganku dengan Gion bertahan lama hingga hampir 6 bulan, namun semakin lama aku semakin merasakan bahwa sifat Gion mulai berubah. Dia emosian dan mulai posesif serta temperamental. Aku mulai mencoba untuk lepas dari dia, namun ancaman-ancamannya terus membuatku takut. Hingga hampir satu bulan aku bertahan dalam keadaan penuh tekanan, hingga akhirnya tiba-tiba sosok Firan datang lagi.

“hai Key, gimana kabar loe. Kok kelihatannya loe sakit yah? Pucat banget wajah loe” ujar Firan saat bertemu di sebuah kafe. Memang sejak bermasalah dengan gion, aku mulai berubah. Karena penuh tekanan, aku sering memikirkan masalah itu sehingga kesehatanku menurun. Aku hanya memendamnya sendiri karena aku takut menceritakannya kepada orangtuaku.

“hmm..gak pa-pa kok. Loe ngapain disini?” tanyaku mencoba menghindar dari pertanyaan Firan.
“gak usah bohong Key, gue tahu dari mata loe. Cerita sama gue, gue bakal bantu loe.” Ucap Firan terdengar khawatir.
Akhirnya setelah diyakinkan oleh Firan, aku pun menceritakan semua yang aku alami dengan Gion hingga tanpa sadar aku meneteskan airmata di hadapan Firan.
“hmm..maaf ya Fir, gue jadi cengeng kayak gini.”

“udahlah Key, keluarin aja semua kekesalan loe. Gue akan dengerin loe kok, tenang aja yah. Gue pasti ada buat loe.” Firan merebahkan kepalaku di bahunya. Saat itulah aku merasa tenang dan damai ketika berada di samping Firan.
“Fir…maafin gue yah dulu gue mutusin loe tiba-tiba. Tanpa alasan yang jelas pula.” Aku tiba-tiba membahas masa-masa yang bagiku itu adalah hal bodoh yang telah kulakukan.

“ya udahlah Key,,udah terjadi juga. Sekarang juga kalo loe mau, gue pengen ngajak loe balikan lagi.” Ucap Firan yang serta merta mengagetkanku.
“Fir..loe serius. Loe kan tau gue masih sama Gion.”

“iya Key, gue tau. Tapi gue juga tau kalo hati loe tuh gak sama Gion. Kita bisa kok backstreet dari dia, gue bakal nyimpan rahasia ini Cuma untuk kita berdua.” Jawab Firan meyakinkanku.

“loe yakin Firan..gue belum bisa lepas dari dia. Loe yakin semuanya akan baik-baik aja?”
“gue yakin semuanya akan baik-baik aja. Gue akan tanggungjawab kalo ada apa-apa.”
“iya Fir…gue mau. Makasih ya Fir, loe janji akan nyimpan rahasia ini baik-baik. Gue juga akan usahain untuk secepatnya lepas dari Gion.” Yakinku.
“gue janji buat loe.” Ucap Firan sambil mencium keningku.

***

Udah 2 minggu aku backstreet sama Firan dari Gion. Aku kadang merasa bersalah sama Firan, gimana bisa aku mengiyakan permintaanya untuk jadi yang kedua. Sementara aku tahu, itu pasti akan menyakitkan. Suatu hari aku mendengar sebuah gosip tentang Firan.

“Key, mantan loe si Firan tuh kemaren jalan sama Mita. Mereka jadian yah? Bukannya Mita pacarnya Dio.” Tanya kak Vina, sepupuku.

“emangnya kenapa kak? Kamu  kenal sama Dio n Mita?” jawabku sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. Jelas saja, itu menyangkut Firan.
“kenal lah, Dio kan sepupunya Riko. Makanya kakak Tanya sama kamu.”
Aku  baru ingat kalau Riko, pacarnya kak Vina sepupuan sama Dio dan rumahnya pun deketan.

“oh iya kak. Trus kenapa kak? Kakak mau aku nanya sama Firan. Ih gak banget lah kak, nanti dia mikir aku pengen balikan sama dia, sibuk ngurusin dia.” Jawabku.
“iya ya. Ya udah deh,gak usah diurusin ,biar Dio tahu sendiri aja.” Jawab kak Vina kemudian.

Padahal  sebenarnya aku juga pasti akan bertanya sama Firan, secara Firan pacarku. Walaupun jadi yang kedua, tapi bagiku Firan tetep nomor satu. Dan mendengar dia jalan sama cewek lain, sontak aku merasa kaget.

“Fir,loe kemaren jalan sama siapa?” aku mencoba buat tidak langsung menayakan tentang Mita.
“aku kemaren gak jalan kok Key, aku dirumah aja.” Jawab Firan.
“beneran?”
“iya Key, beneran.” Yakin Firan.

“oh, kayaknya Firan mulai nyoba boong sama gue. Apa maksudnya? Apa dia udah bosen sama hubungan ini. Tapi kenapa harus dengan cara kayak gini? Kalo udah gak kuat, kenapa gak bilang aja? Lagian kemaren gue juga gak minta, kan dia sendiri yang minta dijadiin yang kedua, lagian walaupun yang kedua, dia gak harus bebas jalan sama cewek lain juga dong.”  Batinku yang merasa kesal telah dibohongi Firan.

“Key..kenapa diem?” Tanya Firan.
“oh nggak, cuma pengen tahu aja. Oh iya Fir, gue cuma mau bilang. Kalo loe udah gak tahan dengan hubungan kita ini, kita cukup disini aja. Gue juga gak mau loe terus-terusan berada di posisi kayak gini. Loe bisa bebas juga kan mau jalan sama cewek lain, mau nyari cewek lain tanpa ada yang ngalangin.” Ucapku seketika.

“loh kok? Gue seneng kok di posisi kayak gini, gue nikmatin.”
“udahlah Fir, jangan boong. Kemaren loe jalan sama Mita kan. Kalo loe udah jenuh sama hubungan ini, loe bisa bilang sama gue, bukan dengan cara kayak gini. Gue tahu loe yang kedua buat gue, tapi bukan berarti loe bisa bebas jalan sama cewek lain.” Sergahku.

“oh..jadi karena itu loe marah sama gue? Iya gue akuin kemaren gue jalan sama Mita, tapi…”
“udahlah gak ada tapi-tapian. Sekarang gue bebasin loe buat jalan sama cewek lain. Udah cukup loe jadi yang kedua buat gue. Selamat bersenang-senang ya. Maafin gue udah jahat sama loe.” Aku memotong kalimat Firan dan langsung mematikan panggilan. Beberapa kali Firan mencoba menelpon balik, tapi tidak kuhiraukan.
***
2 hari lagi ultahku yang ke-17 dan aku berniat untuk merayakannya. Namun hingga ultahku kali ini, sudah sekitar 1 bulan masalahku dengan Gion tak kunjung usai. Firan yang selalu membuatku tenang, juga telah hilang.
Saat malam pesta ultahku, yang datang pertama kali adalah Gion dan dia langsung terus berada di sampingku dan ikut menyalami teman-temanku yang datang.
“ih..ngapain sih nih Gion disini terus.Ya Allah..aku mohon jauhkanlah Gion dari kehidupanku untuk selama-lamanya.  Gue gak mau kenal dia lagi.” Gumamku dalam hati.

“kak, risih nih sama Gion. Maunya sampingku melulu.oh iya, kak Riko mana?” Aku curhat sama kak Vina,satu-satunya orang yang tahu masalahku dengan Gion.
“kamu pindah aja, jangan ditanggepin,anggap aja dia gak ada kalau dia terus deketin kamu. Kak Riko bentar lagi dateng kok, dia lagi nunggu mobilnya yang dipake Dio buat jalansama Mita.”

“loh masih sama Mita? Kan kemaren kakak bilang Mita jalan sama Firan.”
“iya sih, ternyata Firan sama Mita itu cuma temen deket. Mereka udah lama temenan dan memang sering jalan berdua,kemaren juga Mita minta Firan buat nemenin dia ke took buku soalnya Dio lagi ada kegiatan. Dio juga kenal kok sama Firan.” Jelas kak Vina. Aku kaget dan terdiam mendengarnya, kemaren aku udah curiga sama Firan bahkan langsung mutusin dia. Dia gak sempat ngejelasin soalnya aku udah motong kalimatnya duluan. Aku pun merasa menyesal karena selama ini Firanlah yang selalu nenangin aku.

Satu persatu teman-temanku datang, dan pada saat acara tiup lilin akan dmulai. Teman-temanku yang berada di depan terdengar riuh, sempat terdengar teman perempuanku menjerit. Kamipun mencoba melihat apa yang terjadi. Hampir semua teman-temanku ikut berlarian ke depan rumahku. Saat aku berlari, aku melihat sebuah kendaraan terbaring di depan pagar rumahku dan aku tercengang melihatnya. Itu adalah motor Firan.
“Firan..itu motor Firan. Aku yakin itu. Tapi kenapa Firan disini? Dari tadi aku juga gak ngeliat Firan, dan aku juga gak pernah ngasih tahu dia kalo aku ngerayain pesta.” Au mencoba menerka-nerka.

“Key..Firan.” kak Vina langsung menghampiriku dan menarik tanganku kearah temen-temenku yang sedang mengerumuni sesuatu. Saat melihat apa yang ada di tengah-tengah mereka, seseorang yang terbujur kaku dengan kepala bersimbah darah. Aku terduduk di hadapannya dan sontak aku menjerit sambil meneteskan airmata.

“Firan………bangun Firan. Kenapa bisa kayak gini. Bangun Firan..” aku menjerit memanggil nama Firan. Namun Firan tetap terbaring lemah, beberapa detik kemudian mata Firan perlahan terbuka, dia tersenyum dan dengan bersusah payah dia mencoba meraih pipiku. Aku meraih tangannya dan melekatkannya ke pipiku. Setelah itu dia kembali memejamkan mata dan perlahan tangannya terlepas dari genggamanku.
“Firan……………..”aku menangis dan langsung memeluk firan. Tak kuhiraukan gaun pestaku telah dipenuhi oleh darah. Gion mendekatiku dan menarikku. Tak kuhiraukan panggilannya, aku malah menepis tangannya dari pundakku. Kemudian kak Vina mendekatiku.
“Key, tadi kakak nemuin ini di dekat tubuh Firan.” Kak Vina memberikan sebuah kotak mungil yang lucu.
“dengan meneteskan airmata, perlahan aku membuka kado tersebut. Isinya adalah sebuah kalung bertuliskan my angel dan sebuah kartu kecil.” Aku membaca tulisan di kartu tersebut.
“Keyla my angel,happy birthday ya. walaupun kisah kita begitu singkat,tapi semuanya begitu indah. Makasih ya udah jadi my angel. Aku akan selalu sayang kamu.”
Setelah membaca tulisan itu, aku kembali menangis histeris memanggil nama Firan. Ternyata Firan ingin memberikan kado untukku. Aku menyesal karena beberapa hari yang lalu, aku marah-marah sama Firan dan bahkan sampai mutusin dia karena kecurigaanku yang ternyata salah. Ternyata Firan masih ingat dengan ultahku, dan dia memberikan sesuatu untukku, namun sekarang penyesalanku terlambat. Firan telah pergi dan aku hanya bisa mengungkapkan penyesalan itu pada pusaranya nanti. Tak lama ambulan datang membawa jasad Firan. Gion pun kembali mendekatiku dan mencoba menenangkanku.
“udahlah Key, Firan udah gak ada, gak usah ditangisin.” Ucap Gion.
“diem kamu. Ini semua gara-gara kamu. Aku tuh gak pernah ngarepin kamu ada di pestaku malem ini, udah cukup kamu bikin hidupku tersiksa, penuh tekanan. Bukan hanya sakit hati, tapi sakit jiwa raga. Kamu tuh manusia gak punya hati, aku nyesel kenal sama kamu. Pergi kamu dari hidup aku, sebelum aku berbuat nekad. Silahkan kamu bertobat sebelum kamu nyusul Firan dan kamu bakal tersiksa lebih dari rasa sakit aku yang udah kamu bikin tersiksa. Gue benci loe, jangan pernah anggap gue ada. Gue gak pernah dan gak akan pernah mau lagi denger nama loe dan liat wajah loe dhadapan gue.” Aku memaki-maki Gion di hadapan teman-temanku. Malam itu semua kekesalan yang ku pendam selama ini seketika ku keluarkan.
“Keyla…” Gion mencoba memegang tanganku dan aku langsung menepisnya.
“pergi…..gue gak butuh loe. Loe cuma bikin hidup gue hancur.” Aku menunduk, enggan menatap wajah Gion.  Gion terdiam di hadapanku.
“gue bilang pergi, jangan harepin gue lagi buat kenal sama orang gk punya hati kayak loe. Dosa terbesar gue kenal sama loe. Loe tau itu?” makiku sambil terus menunduk. Aku pergi meninggalkan Gion dan teman-temanku. Gion kembali menarik tanganku.

“jangan coba sentuh gue.” Aku menepis tangan Gion dan berlalu pergi tanpa menghiraukan tatapan heran teman-temanku yang penuh tanda tanya karena makian-makian yang kulontarkan tadi. Aku menarik tangan kak Vina dan memintanya untuk membawaku ke rumah sakit dimana Firan dibawa. Dari kejauhan tak lama kulihat Gion juga berlalu pergi.

“Firan…maafin gue. Maafin sikap gue ke loe, gue udah berpikiran buruk sama loe. Gue nyesel sempet marah-marah sama loe dan bahkan mutusin loe. Disaat gue ingin memperbaikinya, loe udah pergi Fir. Walaupun loe pernah jadi yang kedua buat gue, tapi bagi gue loe tetep yang pertama dan terbaik untuk gue. Gue akan selalu jadi angel buat loe Fir. Semoga loe tenang yah disana, do ague akan selalu ada buat loe.  Simpan cinta gue di tidur panjang loe ya. I love you.” Bisikku kemudian di telinga Firan saat aku telah berada di hadapan jasad Firan. Dihari ultahku ini, Firan memang telah pergi. Namun cintanya akan selalu hidup dihati aku, dan kado itu…adalah kado terakhir dan terindah dari Firan.

Cinta di akhir nada


Matahari mulai memanas dan keringat mengucur di dahiku. Masih empat lagu yang belum kubawakan , tapi ku tak sanggup lagi tuk berdiri. Akhirnya kupaksakan raga ini tuk menghibur ribuan orang. Dan akhirnya acara ini pun selesai sudah.Sampai di rumah , aku langsung terkulai lemas menunggu saat ku menutup mata . Akhirnya ku tertidur . Kicauan burung membangunkanku di pagi itu . Kurasakan cacing perutku berdemo ingin di beri makanan .

Lalu ku berjalan selangkah demi selangkah menuju meja makan .
Betapa terkejutnya aku melihat meja makan yang penuh dengan makanan . “Siapa yang memasaknya ?” tanyaku dalam hati . Tiba-tiba muncul sosok wanita berrambut panjang berbaju putih muncul di balik pintu dapur . Dan ternyata adalah kekasihku .
Dia adalah Angel , wanita yang sangat kucintai . Penyabar , jujur , perhatian dan setia adalah sifatnya . Banyak lagu yang kuciptakan karena terinspirasi darinya . Dari bidadari yang hinggap dihatiku dan menjelma sebagai kekasih dalam hidupku .

“ Sejak kapan kau disini ? ”, tanyaku
“ Sejak kau masih tidur . ”, jawabnya dengan senyuman manis
“ Mengapa kau tak bangunkanku ? ”, tanyaku
“ Kulihat kau begitu lelah dan menikmati tidurmu . ”, jawabnya

Karena cacing perutku meronta-ronta , ku lahap roti keju yang ada di hadapanku . Angel melirikku dengan senyuman .

“Lapar ya ?”, tanya Angel dengan nada manja .
“Ho’oh”, jawabku dengan menganggukkan kepala .

Sesaat kemudian , aku mendapat telepon dari produser untuk menghadiri meeting dengannya . Padahal di hari itu juga aku berjanji pada Angel untuk menemaninya pergi ke rumah orang tuanya di Bogor . Akhirnya rencana itu pun pupus sudah dan Angel tidak jadi pergi ke Bogor karena aku harus meeting dan menggarap project dengan produser . Aku pun berjanji pada Angel bahwa bulan depan aku akan menemaninya ke Bogor .

Setiap malam aku menciptakan lagu untuk mempersiapkan album baruku yang akan dirilis bulan depan . Sehingga waktu luangku habis hanya untuk membuat lagu dan waktu untuk Angel menjadi terbengkelai . Setiap kali Angel mengajakku bertemu aku selalu mengelak dengan alasan pekerjaan .

Tak terasa sudah tiga minggu aku tidak berjumpa dengan Angel . Rasa rindu tumbuh subur dihatiku . Tetapi saat aku bertemu dengan Angel , sifatnya sedikit agak berubah . Dia tampak pendiam dan lebih pasif . Tidak seperti biasanya yang periang dan murah senyum . Mungkin dia agak marah karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku . Hal itu tak kutanggapi dengan serius .

Sehari sebelum launching album , produser mengadakan meeting dan diakhiri dengan check sound . Hari yang kutunggu akhirnya tiba . Aku berharap launching album ini berjalan seperti yang ku inginkan dan album yang ku garap meledak dipasaran .

Di awal acara aku mendapat telepon dari Angel yang menagih janji untuk menemaninya pergi ke Bogor . Akhirnya kuputuskan agar Angel berangkat sendiri dan aku akan menyusulnya besok pagi . Tanpa jawaban , Angel langsung memutus telepon . Hal itu tak kutanggapi dengan serius . Dan acara ini pun berjalan sukses .
Tiba-tiba ada kabar yang menyebutkan bahwa Angel telah mengalami kecelakaan lalu lintas . Aku pun langsung bergegas menuju rumah sakit . Tetapi kedatanganku sudah terlambat . Angel terlebih dahulu pergi sebelum aku datang .

Air mataku jatuh terurai saat ku melihat sosok yang kucinta telah terbujur kaku di hadapanku . Wajahnya seolah tersenyum menyambut kedatanganku . Menyambut kedatangan orang yang tak punya mata hati .
Kulihat secarik kertas di samping tubuh Angel yang ternyata adalah pesan terakhirnya . Dalam pesan itu Angel menulis tiga kata yang membuatku sangat menyesal . “ Kutunggu Kau Disana “ itulah pesan yang ditulis Angel sebelum ia pergi ke Bogor . Ternyata dia sudah merasakan apa yang akan dia alami .
Mungkin , batu nisan pisahkan dunia kita , namun dirimu akan selalu ada di hidupku . Menemani dalam setiap detak jantung hingga merasuk dalam palung jiwa . Penyesalan yang selalu datang takkan membuatmu kembali . Namun kuyakin kau telah bahagia di singgasana surga .

Maafkan aku Angel .

Ibu

 
 
Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.
Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.
Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.
Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.
Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang.
Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.
Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna.
Sebagai balasannya, kau coret-coret dinding rumah dan meja makan.
Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah.
Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.
Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah.
Sebagai balasannya, kau berteriak.”NGGAK MAU!!”
Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.
Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.
Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.
Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.
Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus bahasamu.
Sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.
Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.
 
Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.
Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.
Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.
Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus orang dewasa.
Sebagai balasannya, kau tunggu sampai dia di keluar rumah.
Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya.
Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.
Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan.
Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya.
Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.
Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.
Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.
Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.
Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.
Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, “Dari mana saja seharian ini?”
Sebagai balasannya, kau jawab,”Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!”
Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan.
Sebagai balasannya, kau katakan,”Aku tidak ingin seperti Ibu.”
Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.
Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.
Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
Sebagai balasannya, kau mengeluh,”Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?”
Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu.
Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.
Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,”Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!”
Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat.
Sebagai balasannya, kau jawab,”Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu.”
Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.
Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam
kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang maasa
hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia
Maafkan anakmu ini ibu…
Love u  mom always…

Catatan Buku Cokelat



Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit. Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami bertengkar karena hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar saat aku pulang kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia beli tanpa membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang saja.

Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun Ellen. Kami bertengkar pagi ini karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak mengucapkan selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang biasa kulakukan di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam sekitar pukul 7, Ellen sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku segera pulang dan makan malam bersamanya, tentu saja permintaannya tidak kuhiraukan.

Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan beranjak pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi jalan di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat kesal oleh keadaan. Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen membuatku semakin kesal! Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di rumah.

Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti di hadapannya dan memandang wajahnya. “Ia sungguh cantik” kataku dalam hati, “Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak duduk di bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap saja cantik”. Aku menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat kalau aku sedang kesal sekali dengannya.

Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu, buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah, tak pernah ia ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak mempedulikan Ellen, kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi halaman secara acak.

14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.

Hmm… aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi suaminya.

6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak pindah ke lain hati.

Jantungku serasa mau berhenti…

23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa yang Kau kehendaki agar aku ketahui…

Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai 5 tahun.

Melly, yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku dengan Ellen karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak bertemu dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan memutuskan untuk tetap setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga kalau Ellen mengetahui hubunganku dengan Melly.

4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku dan mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan yang berasal daripadaMu.

Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya. Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.

14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6. Tuhan apa yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang harus kuambil.

14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!

18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia pulang kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama. Seharian aku berada mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin membelikan jam itu di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri kedamaian di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan tidur di sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.

Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia membelikannya dengan susah payah.

15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk Vincent.

Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di malam Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.

Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat. Aku berlari keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun… “Maafkan aku Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun…”

Aku ingin Mencintaimu dengan sederhana


Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.
Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”
Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.
Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.
Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.
Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.
Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.
Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.
”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.
”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.
Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.
Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.
Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.
”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.
Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.
Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.
Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.
”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.
Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?
Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?
Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.
Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.
Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.
Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *
For vieny, welcome to your husband’s heart.
*dikutip dari Aku ingin mencintaimu dengan sederhana karya Sapardi Djoko Damono
Penulis : Inayati

Curhat sang anak

Pada suatu hari, seorang Ayah pulang dari bekerja pukul 21.00 malam. Seperti hari-hari sebelumnya, hari itu sangat melelahkan baginya. Sesampainya dirumah ia mendapati anaknya yang berusia 8 tahun yang duduk di kelas 2 SD sudah menunggunya di depan pintu rumah. Sepertinya ia sudah menunggu lama.
“Kok belum tidur?” sapa sang Ayah pada anaknya. Biasanya si anak sudah lelap ketika ia pulang kerja, dan
baru bangun ketika ia akan bersiap berangkat ke kantor di pagi hari.”Aku menunggu Papa pulang , karena aku mau tanya berapa sih gaji Papa?”"Lho,tumben, kok nanya gaji Papa segala? Kamu mau minta uang lagi ya?”"Ah, nggak pa, aku sekedar..pengin tahu aja…”"Oke, kamu boleh hitung sendiri.
Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp.400.000. setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi gaji Papa satu bulan berapa, hayo?!”Si anak kemudian berlari mengambil kertas dari meja belajar sementara Ayahnya melepas sepatu dan mengambil minuman.Ketika sang Ayah ke kamar untuk berganti pakaian, sang anak mengikutinya.”jadi kalau satu hari Papa dibayar Rp 400.000 utuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp 40.000 dong!”"Kamu pinter, sekarang tidur ya..sudah malam!” tapi sang anak tidak mau beranjak.
“Papa, aku boleh pinjam uang Rp 10.000 nggak?”"Sudah malam nak, buat apa minta uang malam-malam begini. Sudah, besok pagi saja. Sekarang kamu tidur…”"Tapi papa…”"Sudah, sekarang tidur…” suara sang Ayah mulai meninggi.Anak kecil itu berbalik menuju kamarnya. Sang Ayah tampak menyesali ucapannya. Tak lama kemudian ia menghampiri anaknya di kamar.


Anak itu sedang-terisak-isak sambil memegang uang Rp 30.000.Sambil mengelus kepala sang anak, Papanya berkata”Maafin Papa ya! kenapa kamu minta uang malam-malam begini..besok kan masih bisa. Jangankan Rp.10.000, lebih dari itu juga boleh.
Kamu mau pakai buat beli mainan khan?….”"Papa, aku ngga minta uang. Aku pinjam…nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajanku.”"Iya..iya..tapi buat apa??” Tanya sang Papa.”Aku menunggu Papa pulang hari ini dari jam 8. aku mau ajak Papa main ular tangga.
Satu jam saja pa, aku mohon. Mama sering bilang, kalau waktu Papa itu sangat berharga. Jadi aku mau beli waktu Papa. Aku buka tabunganku, tapi cuma ada uang Rp 10.000. tapi Papa bilang, untuk satu jam Papa dibayar Rp 40.000.. karena uang tabunganku hanya Rp.30.000,- dan itu tidak cukup, aku mau pinjam Rp 10.000 dari Papa…”Sang Papa cuma terdiam.
Ia kehilangan kata-kata. Ia pun memeluk erat anak kecil itu sambil menangisMendengar perkataan anaknya, sang Papa langsung terdiam, ia seketika terenyuh, kehilangan kata-kata dan menangis.. ia lalu segera merangkul sang anak yang disayanginya itu sambil menangis dan minta maaf pada sang anak..”Maafkan Papa sayang…” ujar sang Papa.”Papa telah khilaf, selama ini Papa lupa untuk apa Papa bekerja keras…maafkan Papa anakku…” kata sang Papa ditengah suara tangisnya. Si anak hanya diam membisu dalam dekapan sang Papa…

Sakit

“Sakkiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…Ttttt!.........”
Lumpuh jjiwaku! dan rasanya ingin kubanting semua tentangnya. Kenangan-kenangan manis yang pernah tercipta dan semua cerita denganya. Aku sungguh tak percaya ini semua bakal terjadi sama aku yang setia ini. Serius mencintainya apa adanya. Dan bahkan rencanaku diasaat dia lulus kuliah aku akan segera menikahinya. Dengan harapan, aku sudah sekses di usahaku.

Hubunganu denganya memang dihantam sebelah pihak. Terutama keluargaku.Ya keluargaku tak pernah setuju aku menjalin kassih denganya. Tapi apapun itu,aku punya pilihan dan aku tetap mencintainya apaun tantanganya. Walau harus dilarang orang tua atau yang lainya. Aku tetap perjuangankan cintaku padanya. Karena aku sadar, cinta sejati memang banyak rintanganya. Tergantung kitanya kuat atau tidak menghadapi rintangan itu,kalau kita kuat berarti kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sangat besar nantinya dan itu anugrah terbesar,pastinya. Seperti yang tertulis dalam buku A.N Ubaedy :
“kebahagaiaan yang diartikan sebagai anugrah tuhan setelah mengarungi kesulitan. Bahagianya orang menikah bukan pada saat menikah atau pacaran.Tetapi setelah berhasil mengarungi kesulitan berdua sehingga mendapatkan apa yang diinginkan.”

Aku selalu ingat dengan kalimat itu, kalau ku balutkan dengan hubungan percintaanku denganya. Aku memehimi betul apa yang terisarat dari kalimat itu. Cintaku denganya memang dipenuhi ombak dan goncangan badai yang selalu siap merobohkan kekokohan cintaku denganya. Dan hari ini memang terbukti,ia memutuskan keseriusanku dengan entengnya ia berkata.
“Sudahlah kita berteman saja.”

Mendengar itu dadaku terasa sesak, menyempit.
“Apa? Kamu bercanda kan?” aku yakinkan ini hanya gurau.
“Aku serius!” jawabnya enteng tanpa senyum yang biasa aku terima bila dekat denganya.
“kenapa? Kamu masih mencintai Jamil mantanmu itu? Yang kaya raya ganteng dan lebih segalanya dari aku.” Hardikku kesal.

Dia menatapku. Dan tatapanya tajam seperti membelah semua isi kepalaku.
“Tidak! Aku sudah gak bisa meneruskan hubungan ini.”
“Sayang…aku yakin, kamu bercanda kan?” tanyaku masih gak percaya.
“Tidak…”
“Ayolah sayang,aku yakin kamu bercanda! Kita kan mau nikah. Jangan bikin aku gak tenang. Aku tau kamu pasti mau ngerjain aku!”
“Aku serius!” bentaknya.

Jantungku berhenti berdetak. Dan urat nadiku rasanya mau putus. Mulutku diam membisu tak ada satu katapun yang terlontar. Ku genggam tanganya dengan mata yang berbinar.
“Aku tidak percaya.Sayang katakana sekali lagi.ini bercanda kan?” lirihku lembut.

Dia menatapku. Dan tatapanya memang serius.
“Sudah kamu pulang!” Usirnya sambil berlalu kekamarnya.

Aku berusaha mengejarnya,tapi sudah telat.Pintu kamarnya sudah terkunci rapat. Aku berusaha menggedor pintunya,tapi tetap ia tak mau keluar. Dan kudengar isak tangis dari kamarnya. Aku menunggu di depan pintu kamarnya dengan harapan ia keluar. Tapi jam malam makin berdetik kencang. Wanita yang ku puja itu tidak keluar. Aku berlalu meninggalkan rumahnya.

Malam semakin pekat. Dan kusaksikan awan kelam tanpa bintang yang biasanya temani keindahan. Dirasakan angin malam yang berhembus menggigit kulitku.Menusuk tulang sum-sumku dan mencabik-cabik semuanya. Aku tak bisa tidur! Fikiranku bimbang risau dan segalanya.

Pagi ini tak kudapat sms manis darinya atau telpon yang indah. Aku awali dengan sms dia.
“pgi syang…bangun!”

Beberapa menit kemudian,tak ada balasan darinya. Aku langsung telpon dia.
Tut…tut….tut…
Ternyata tak diangkat. Aku mengulanginya lagi
Tu…tu…tut…
Tut…tut…tut…
Tut…tut…tut…
Tut…tut….nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.

Terdengar jelas ia mematikan panggilanku. Aku kesal dan memaki diri. Ingin rasanya kulempar hp ini dengan keras hingga hancur berantakan seperti hatiku berhamburan.

Siangnya tak ada juga sms dari dia yang biasanya aku santap tiap hari. Aku mengulang lagi seperti yang kulakukan pagi tadi.
“Siang syang…dah mkan?”

Beberapa menit kemudian,tak juga ada balasan. Tanganku geregetan untuk menelpon dia.
Tut…tut…tut…..
Tut…tut…tut….
Tut…tut…tut…..
Tut…tut…tutt…
Tut…tut…tut….
Tut..tut…tut…nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.

Aku memaki kesal lagi. Dan lagi-lagi ingin kubangting hp ini berhamburan seperti jiwaku.

Aku jalani hari ini dengan perasaan perasaan bimbang hingga sore dan malam aku lakukan hal-hal serupa yang tadi pagi aku lakukan sms dia,tlp dia dan hasilnya sakit htiku.

Beberapa hari berselang,ternyata hidupku dihantui kembimbangan yang tidak jelas. Makan rasanya batu minum rasanya duri. Semu gak ada yang nikmat. Yang aku lihat warna-warna semuanya hitam dan putih gak jelas semuanya.

Aku telpon ibunya, Dan dengan panjang lebar kuceritakan kesriusanku. Ia hanya tersenyum dan berkata sabar…sabar…sabar…..
“Bu…aku gak ngerti apa salahku?” tanyaku aneh di telpon.
“Ya mungkin bosan a singgih sering kerumah,jadi saran ibu jangan dulu kerumah untuk beberapa minggu ibu yakin upi pasti akan baik lagi.” Jawabnya tegas di sebrang sana.

Mendengar itu aku tersentak.Ya ini salahku…ini salahku.Kenapa aku sering-sering ketemu dia mungkin juga ia jenuh dan bosan liat mukaku yang pas-pasan ini. Atau memang dia mau balikan lagi dengan mantanya? Kalau memang itu benar apa yang dilagukan AFGAN memang benar Sadis nian.
“Oh ya bu..saya akan ikuti kata ibu agar upi tetap sayang sama saya dan tidak menceraikan saya pokoknya dua minggu ini saya gak akan menemui dia.”
“Ya pokoknya buktikan saja.” Jawabnya dengan tawa

Ya tuhan apakah aku sanggup tidak ketemau dia selama dua minggu kedepan.? Padahal gak ketemu satu hari saja rasanya dunia gak berputar.(lebay) Dan ini kesempatanku untuk bisa ketemu dia terus.Pasalnya selama ini dia tinggal di lain kota dengan kawan-kawanya sibuk dengan kulihanya. Dan aku bisa ketetemu dua minggu dua hari. Dan bulan ini dia libur smester selama satu bulan. Dan aku bahagia bisa ketemu dai terus. Tapi hari pertamaku yang dianggap bakal bahagia ternyata menggoreskan luka.

Malam ini adalah malam minggu,dimana malam yang dikatakan panjang.Karena biasanya malam minggu banyak golongan muda menikmati malam dengan kumupl-kumpul dengan temanya bergadang atau yang lainya.Dan yang lebih dominan lagi,malam ini adalah malam yang paling dinanti oleh kaula muda Indonesia. Bagi yang punya pacar mereka ngapel atau ngdet bareng keliling kota atau kerumahnya atau bahkan ke tempat-tempat gelap.(ih ngeri). Dan malam yang indah ini buatku resah dan gelisah. Ingat sang kekasih yang teryata lagi marah. Aku harus sabar dan tepati janjiku pada ibunya.Bahwa aku harus tidak ketemu dia dalam dua minggu kedepan. Tapi anehnya gejolak rindu dan kebimbangan ini semakin membara dijiwaku. Dengan nekat aku datangi dia kerumahnya dengan tujuan mempertanyakan hal yang pernah ia katakana beberapa hari yang lalu. Aku gak peduli apapun yang terjadi.Mau di usir atau dimaki oleh dia,atau keluarganya.Aku sudah siap semuanya apapun yang akan terjadi pokoknya aku harus jelas maslah hubungan percintaanku denganya.

Aku temui dia di rumah saudaranya dan ternyata disana rame banyak keluarganya kumpul. Aku menunggunya di depan rumah saudaranya. Dan berapa lama ia tak keluar juga. Lalu kulihat ibunya berjalan mendekatku ia hanya tersenyum sinis dan hanya ada safa sedikit.setelah itu berlalu tak peduli melihatku. Aku ngerti mungkin ia kesal melihat kelakuanku yang gila ini.

Aku ingkar janji pada ibunya. Biarlah apaun yang terjadi aku harus siap! Di kata orang gila ataupun apa sama keluarganya aku tetap berusaha.

Lama waktu berselang akhirnya bidadariku muncul juga dari peradabanya.(he..he sorry) Dengan wajah jutek ia mendekatiku.
“Ngapain kamu kesini?”  Tanyanya sinis
“Sayang aku Cuma mau jelas maslah kemarin.”
“Kamu bego atau dongo..udah jelas gak perlu ada yang diomongin lagi.Kita putus ok!”

Aku genggam tangan lembutnya.
“Sayang…flease kamu kenapa? Mendadak seperti itu?”
“Sudah cepat kamu pulang.”

Aku coba tatap matanya dengan jurus cinta seperti di film korea.
“Baiklah aku tahu aku brengsek! Aku anak kecil,Miskin ,jelek tidak punya mas depan yang jelas. Aku sudah curiga dari perubahanmu tingga minggu ini. Kamu selalu smsan terus entanh dengan siapa aku tidak pernah tau! Sering ada telpon masuk aku tidak pernah tau! Sipatmu menymbutku jelas berubah. Gak ada pelukan hangat yang romantis. Aku sudah merasakan ada yang lain dihatimu. Aku akan terima keputusanmu. Tapi asal kamu tahu aku serius sama kamu!” jelasku dengan wajah menghawatirkan.Layaknya seorang pengemis yang berharap ada uluran tangan dari dermawan.
“Sudah sekarang kamu pergi kita memang bukan jodoh!” jelasnya sadis
“Entengnya kamu ngomong begitu,apa kamu gak berfikir melupakanmu itu sulit.”
“Sudah cukup perg kmu ari sini!” usirnya keras dan berlalu pergi meninggalkanku.Ia berjalan menghimpiri ibunya yang sedang kumpul dengan dua tetangganya.

Aku terdiam membisu. Dan angin malam menampar-nampar wajahku membangunkan kesemangatanku untuk terus mengejarnya. Tak cukup sampai disitu perjuanganku kulanjutkan mengejar dia yang berkerumun diantara ibu dan kedua tetangganya. Ini mungkin hal tergila yang pernah aku lakukan. Otaku sudah saraf gak punya malu gak sopan atau yang lainya. Pokoknya ini perjuangan….ini perjuangan!.
“Ngapain kamu kesini lagi?” tanyanya jutek

Mereka menatapku.Dan dari tatapan mereka aku melihat pengucilan terhadap diriku.
“Sayang…kita bisa bicarakan ini baik-baik.” Rayuku mengemis
“Apa lagi!? Kamu tuli? Sudah jelas aku gak mau lagi! Sekarang kamu pergi!” usirnya semaikin sadis.

Aku tatap matanya dan dengan perlahan ku genggam tanganya yang lembut namun mulai kasar menghardik tanganku.
“Sudah lah singgih…kamu jangan kaya gitu.” Sambung ibunya mengikuti.
“Saya perlu kejelasan bu.”
“Kejelasan apa lagi? Sudah jelas.” Katanya meninggalkan kami dan di ikuti keua tetangganya.

Aku meraskan kejadian ini cemoohan batinku.
“ Ayo Upi kamu pulang kerumah!”  tambah ibunya yang sudah mulai berubah.

Wanita manis itu berontak. Aku usahakan dengan sekuat tenangga untuk menahanya agar tak meninggalkanku. Ia semakin berontak mendorongku berlari dan berteriak. Ia ketakutan masuk kerumah tetangga dan pengejaranku di halangi ibunya dan kedua tetangganya.

Aku tak berdaya tak bisa berbuat apa-apa cintaku berlalu dan membuatku gila. Aku bergetar seperti orang kesurupan tak tahu malu.

Ku genggam tangan ibunya itu lalu kusudjudkan di saksikan kedua tetangganya dengan lantang dan isak tangis ku unggkap kan semua yang ada saat itu di hatiku.
“Ibu maapkan saya selama ini saya mengganggu ketenangan Upi dan keluargga ibu,saya telah bikin malu keluargga ibu.Dan perlu ibu ketahui saya hanya memperjuangkan kesseriusan cinta saya pada anak ibu. Tapi nampaknya sampai disini hubunganku denganya. Semoga anak ibu dapat yang jauh lebih baik dari pada saya yang serba kekurangan. Biarlah usaha saya selama ini hanya jadi tertawaan anak ibu karena selamanya mungkin saya tak akan pernah bisa buktukan dan bahagiakan anak ibu..sekali lagi terima kasih dan saya akan berusaha melupakan semuanya.” Jelasku panjang dan isak tangis yang rasanya berat tersendat-sendat. Aku benar-benar tak menyangka wanita yang akan kupinang dan kuperjuangkan mati-matian ternyata hanya mempermainkan aku. Sakit jiwaku kutancap gasa sekencang mungkin dan kutendang seisi rumah. Lampu kamar kumatikan dan aku terpojok dikegelapan seperti tak berdaya dengan tangis yang semaikn sesak. Dalam kegelapan rasanya aku semakin kerdil tak ingin ada harapan lagi untuk denganya.Jantungku berdaetak tak karuan kepalaku berat rasanya seerti dhinggapi beban satu ton. Tubuhku menggigil takkaruan ingin rasanya mati bunh diri.Tapi aku masih sadar perihnya cinta ini hanya sementara.Lama sampai larut malam kegelisahanku seakin tak terkalahkan rasa sakit ini memang parah. Goresaya terus membuat luka dihatiku mengalir. Aku sudah tak berani lagi beranjak tubuhku lemas. Beruntung hpku berbunyi ternyata kawanku Yogi dari Kalimantan menlponku dia merasakan apa yang aku rasakan. Dia tahu saat ini posisiku dia memberiku semangat untuk kuat dan secepatnya melupakan wanita itu. Tapi aku sunggu tak bisa melupakaya.

Hari demi hari, aku masih terpuruk dengan kejadian itu. Kejadian yang sampai saat ini belum bisa aku terima dengan sepenuh hati. Sekali lagi aku tak percaya! Tapi inilah cinta, dalam hitungan detik biasa datang dan hilang. Setiap Malam sebelum aku tidur senyumnya selalu membayangiku dan membuat aku menangis. (cengeng) Pagi setelah aku bangun tidur ternyata senyum pembawa luka itu membuatku lemas dan menangis lagi. Rasanya aku benar-benar kehilangan separuh jiwaku. Ya tuhan sampai kapan aku seperti ini? Aku tidak tahu….
aku tidak tahu…..sampai Semuanya berlalu dengan waktu yang berjalan. Bidadarikku terimakasih kau telah goreskan luka di hatiku dan ini semua adalah api yang berkobar untuk kekuatan jiwaku.

Malam ini aku sendiri ditemani sepi, dan sebatang keretek  menenagkanku. Lalu terdengar alunan klasik dari Keny G Forever in love melantun lembut di kehenigan malam. Seberkas fikiranku tenang dan lirih terucap dariku.
“Semoga kau bahagia….dan suatu hari, kau pasti merindukanku……”


Diary untuk Ayah



Hari mulai petang, awan yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Tak ada lagi sinar mentari di langit yang ada hanya cahaya-cahaya kecil dari bintang yang bertaburan di langit petang.

Saat itu, aku tidak merasakan ngantuk sama sekali. Akhirnya aku mantapkan kakiku melangkah ke luar rumah duduk termenung sendrian menatap bintang. Sampai pada akhirnya, aku tertuju kepada satu bintang yang cahayanya paling terang. Dan saat itu juga aku teringat kepada seseorang. Seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Kebetulan hari ini, tanggal 21 juli, tepat saat aku kehilangan seseorang yang berarti itu.
12 tahun lalu, aku mengalami peristiwa yang hebat, tepatnya pada tangal 21 Juli 1999. Pada tangal itu, aku dan keluarga pergi ke pernikahan salah satu keluarga kami. semua keluargaku sudah sibuk menyiapkan semuanya sehari sebelumnya. Menyiapkan baju dan gaun yang akan dipakai, makanan serta seserahan untuk calon pengantin. Aku sendiri sudah membeli baju baru untuk digunakan di pernikahan tersebut. Setelah semua siap, pagi-pagi sekali kita berangkat ke daerah Jombang, tempat saudaraku merayakan pesta pernikahannya. Aku naik mobil sama ayah, ibu, dan adik kecilku. Aku duduk di pangkuan ayahku, sedangkan adik berada digendongan ibuku, maklum adik masih usia 8 bulan. Sebenarnya kami akan naik mobil yang satunya, mobil teman ibu. Tapi karena mobilnya belum datang, aku memaksa ibu dan ayah untuk naik mobil yang sekarang sedang aku tumpangi. Di sepanjang perjalanan, ayah selalu mencetuskan lelucon-lelucon yang membuat aku tertawa. Ayah dan aku juga menyanyi lagu anak-anak seusiaku.

“naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali”

Tawa canda terus terdengar dariku dan ayah, sampai kemudian peristiwa itu terjadi. Sebuah bus besar mendahului mobilku dengan kencang, sementara di lajur yang berbeda ada sebuah tuck yang melaju kencang pula. Lalu bus tersebut tidak bisa mendahului mobilku dan malah menabrak mobilku sampai mobilku masuk ke sungai. Ggerrr…. Ccciiitttzz….. BBBrakkkk…. BBrakkkk…. BBBrakkkk….. duuuaazzz…… . Mobilku masuk kesungai, tapi aku dan ayahku terlempar keluar lewat jendala, dan kami masuk ke sawah di arah yang berlawanan dari sungai. Saat terlempar, aku tidak merasakan apa-apa. Aku hanya merasakan pelukan hangat seseorang dan dekapanan kuat yang mencoba untuk melindungiku. Setelah masuk ke sawah, aku terlepas dari pelukan dan dekapan penuh sayang itu. Yaahh… aku terlepas dari dekapan ayahku. Dan melihat ayahku berada di sampingku sedang tak sadarkan diri. Disitu aku bingung harus berbuat apa, sementara tidak ada satupun orang disana. Hanya aku dan ayahku yang berada di tengah sawah tersebut. Aku mencoba untuk menyadarkan ayah, menepuk-nepuk kedua bahunya sambil menangis dan berkata,

“ayah… ayah… bangun yah…”

“ bangun… tolong yah… ayah harus bangun….”

“ Yah… bangun yah…”

Aku sudah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap nihil. Ayah tidak bangun dari tidurnya. Aku menangis dan terus menangis sambil terus menyebut namanya, dan berharap ayah bisa bangun.


Tak lama kemudian, mobil yang lain dari keluargaku datang. Mereka semua menangis dan menyesali apa yang telah terjadi. Terdengar juga saudara sepupuku menangis kencang sambil meneriakkan namaku. Berharap tidak terjadi apa-apa denganku. Kemudian kami segera ditolong dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit aku diperiksa, dan dokter berbicara dengan tanteku tentang hasil pemeriksaanku.

“Dok bagaimana keadaan ponakan saya?”

“tidak ada yang terlalu parah bu, hanya saja tangan kanannya patah”

“astaghfirulloh, lalukan saja yang terbaik dok,,”

“pasti bu, kami akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan ponakan ibu”

“terima kasih dok”

“sama-sama bu, itu memang sudah jadi tugas kami”


Ya, hasil pemeriksaan dokter menyatakan kalau tangan kananku patah. Selain itu di tempat yang berbeda, ayah masih tidak sadarkan diri dan masih berada di ruang UGD. Ayah masih diperiksa keadaannya oleh dokter. Selang beberapa waktu, dokter yang tadi memeriksa ayah keluar, dan segera menginformasikan keadaan ayah kepada saudaraku.

“ bagaimana keadaannya dok?”

“maaf pak, kami sudah melakukkannya semaksimal mungkin” , dokter tersebut berkata dengan wajah pasrah.

“maksud dokter?”

“korban sudah tidak bisa ditolong lagi”

“innalillahi wainnailaihi rojiun”

Semua anggota keluargaku tidak percaya, kalau ayahku pergi secepat itu. Padahal ayah masih harus menjaga aku dan adikku yang masih kecil.


Di ruang anak ibu masih menggendong dan menyusui adik. Ibu tidak mengalami luka yang cukup serius. Ibu hanya luka memar di bagian wajah karena terbentur pintu mobil. Sedangkan adikku tidak luka sedikitpun. Ia selamat dalam keadaan baik seperti tidak ikut dalam peristiwa itu. Setelah cukup lama menyusui adik, ibu ingin ke ruangan ayah. Tapi dokter terus menghalangi ibu.

“ibu mau kemana?”

“saya mau melihat suami saya bentar dok,”

“jangan dulu bu, ibu harus menjaga bayi ibu dulu disini”

“tapi dok, saya ingin melihat suami saya sebentar, sebentar saja dok…”

“jangan bu, disusui dulu aja anaknya”

Melihat dokter yang seakan-akan menghalangi langkahnya untuk menemui ayah, ibu semakin cemas. Dari tadi ibu memang sudah mendapat firasat yang buruk. Takut terjadi apa-apa dengan ayah. Setelah dokter tersebut pergi memeriksa pasien lain, ibu langsung memantapkan langkahnya ke ruangan tempat ayah diperiksa tadi. Sesampainya di depan ruangan tersebut, ibu mendapati saudara- saudaranya menangis mengisakkan air mata. Ibu langsung menangis dan bertanya ke saudaranya.

“ada apa?? Mengapa kalian semua menangis? Mana suami saya? Suami saya baik-baik saja kan??”

“tenang… tenang…. Duduk dulu”

“enggak, saya mau lihat suami saya”

“suami kamu sudah tiba ajalnya”

“nggak…. Nggak mungkin…. Itu nggak mungkin terjadi….”

“yang sabar ya, ikhlas… kasihan suamimu kalau kamu seperti ini”

Semua orang berusaha menenangkan ibu. Ibu terus meneteskan air mata, seakan tidak percaya atas kepergian ayah yang terlalu singkat. Untunglah keluargaku berhasil menenangkan ibu.


Setelah semua administrasi beres, aku pulang bersama ibu dan adik. Aku sempat bertanya kepada ibu.

“bu, ayah mana? Kok nggak ikut pulang?”

“ayah masih harus di rumah sakit nak, ayah masih sakit”

“tapi aku ingin sama ayah bu…”

“ besok kalau ayah sembuh, ayah pasti pulang”

“benar ya, bu….”

“iya nak…”

Ya, saat itu semua orang memang merahasiakan kepergian ayah dariku. Takut kalau aku tidak bisa menerima kepergian ayah. Semua keluargaku memang tau, aku dan ayah seperti soulmate, dimana ada ayah pasti aku juga ada bersamanya. Aku memang anak kesayangan ayah. Ayah selalu mengutamakan kebahagiaanku. Ibu aja pernah dimarahin oleh ayah, karena ibu mencubit aku. Tapi bukan salah ibu juga sih, aku memang bandel.hehehe… .

Setelah sampai di depan rumah, aku mendapati rumahku sesak dari gerumelan orang. Tetanggaku berkumpul di rumah. Memangnya ada apa? Aku baertanya dalam hati. Tapi kemudian, aku dibawa ke rumah saudaraku,yang jaraknya tidak jauh dari rumah. Ternyata aku memang sengaja disembunyikan dari ayah. Tidak lama setelah aku pergi, mobil ambulance datang mengantarkan ayah ke rumah. Semua tetanggaku sibuk, ayah langsung diangkat ke dalam, dimandikan, dikafani, dan dikuburkan. Setelah ayah dikuburkan, barulah aku dibawa pulang kerumah.

Hari berganti hari, aku menjalani hidupku seperti anak kecil pada umumnya. Bermain, tertawa, bercanda. Smpai suatu hari aku bertanya kepada ibu.

“bu, ayah kapan pulang? Aku kangen sama ayah bu,”

“ayah masih sakit nak, ayah masih harus di rumah sakit”

“tapi kapan ayah pulang bu?”

“kalau ayah sudah saembuh, ayah pasti langsung pulang”



Saat itu aku memang percaya dengan apa yang ibu katakan. Maklum, aku masih kecil, belum tahu mana yang bohong mana yang jujur. Aku menganggap semua yang dikatakan ibu itu memang suatu kejujuran.

Ibu mempunyai inisiatif lain. Supaya aku gag terus-terusan bertanya tentang keberadaan ayah, aku dimasukkan ibu ke taman kanak-kanak (TK), ya walaupun usiaku masih 3,5 tahun. Ibu berharap setelah aku di TK, aku bisa berbaur dengan teman-teman yang lain dan bisa lupa tentang ayah. Memang setelah berada di TK, aku selalu mengisi hari-hariku dengan kesibukan di sana. Bermain, bergurau bersama teman-temanku. Walaupun terkadang ada temanku yang meledek aku, karena mereka menganggap aku tidak punya ayah.

“ hahaha…. Kamu nggak punya ayah ya?”

“siapa bilang, ayah aku masih di rumah sakit, ayah masih sakit”

“bohong, kamu nggak punya ayah”

“aku punya ayah,”

“mana buktinya? Ayah kamu kok nggak pulang?”

“ayah pulang kalau ayah sudah sembuh”

“bohong…. Bohong…. Kamu nggak punya yah”

“ngak punya ayah…. Nggak punya ayah….”



Celotehan temanku itu sering kali membuat aku menagis dan langsung pulang. Jarak rumah dengan TK memang cukup dekat. Sesampainya di rumah, aku langsung bercerita kepada ibu. Aku memaksa ibu untuk menyuruh ayah pulang. Tapi ibu tidak menjawab, dan hanya menangis.

4 tahun kemudian, aku duduk di bangku SD kelas 2. Hari ini adalah hari terakhir aku bebas makan pagi, siang, sore, malam. Karena besok aku harus puasa. Ya, besok memasuki hari pertama bulan ramadhan. Sore nanti ibu mengajakku ke makam, katanya mau ngasih bunga-bunga disana. Sore tiba, aku dan ibu pergi ke makam, adik tidak ikut karena masih terlalu kecil. Sesampainya di makam, aku dan ibu berhenti di sebuah nisan bertuliskan nama dan tanggal orang tersebut meninggal. HERI SUPRAPTIONO, 21 JULI 1999, aku membaca tulisan di nisan itu. Saat itu aku memang sudah bisa membaca, kan udah kelas 2 SD. Setelah membaca tulisan itu, aku tidak asing dengan namanya. Aku seakan kenal dan tahu dekat tentang nama itu. Kemudian aku sadar bahwa itu adalah nama ayah. Aku bertanya hal itu kepada ibu tapi ibu tidak menjawab.

Kemudian kami pulang, setelah tiba di rumah, aku menanyakan hal itu lagi kepada ibu.

“buk, kenapa di makam tadi ada nama ayah?”, “makam kan tempat orang yang sudah meninggal?”

“iya nak, itu memang nama ayah”

“kenapa nama ayah ada disana?, ayahkan belum meninggal bu?”

“ayah kamu memang sudah meningla nak,”

“tapi kata ibu, ayah masih di rumah sakit?”

“ayah sudah meninggal nak”

Mendengar hal itu , aku seakan tidak percaya. Aku menangis dan marah sama ibu, karena ibu tidak jujur sama aku kalau ayah sudah meningal. Tapi seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menerima itu semua. Mungkin ibu melakukan itu demi kebaikanku. Ibu menganggap dulu aku tidak akan siap dengan semuanya dan sekaranglah waktu yang ibu anggap aku siap mendengarkan semuanya.

Setelah kejadian itu, setiap tangal 21 Juli, aku selalu keluar menatap bintang. Aku menganggap bintang itu ayah, dan ayah akan selalu memancarkan cahayanya untukku walaupun ayah tidak lagi bersamaku. Tapi perasaan kangen dan rindu selalu ada dibenakku. Untuk mengungkapkan itu semua, biasanya aku mengungkapkan semua perasaanku itu di diary untuk ayah.

Diary untuk ayah:

“ ayah, sudah 12 tahun ayah pergi ninggalin aku. Mungkin ayah pergi karena kesalahanku. Seandainya dulu ayah tidak mendekap dan melindungi aku, mungkin ayah sekarang masih bisa hidup, walaupun aku yang harus pergi karena tidak terlindungi oleh ayah. Ayah tau ngak, kalau selama ini aku kannnggggeeeennnn banget sama ayah. Yah, sudah ribuan bahkan jutaan air mata ini menetes menangisi kepergian ayah, karena jujur yah, aku belum rela kalau ayah pergi meninggalakanku secepat ini. Ayah pergi ninggalian aku saat akau masih 3,5 tahun.ayah tahu kan, umur-umur segitu, seorang anak sangat membutuhan kasih sayang dari orang tuanya yang lebih. Tapi aku, aku tidak bisa mendapatka itu semua, walaupun masih ada ibu, ibu masih harus tetap menjaga adik. Adik butuh kasih saying lebih dari ibu daripada aku.

Ayah, sekarang aku sudah remaja. Aku ingi hidup normal seperti remaja lainnya. Saat remaja lain berbahagia dengan ayahnya. Pernah yah suatu hari, di kelas teman-teman bercerita tentang ayahnya. Ayahnya yang pernah mebelikannya ini itu, ayahnya yang pernah memeberi kado saat ultahnya, ayahnya yang selalu mencium pipinya saat akan pergi sekolah, ayahnya yang selalu mengajak jalan-jalan setiap hari minggu, ayahnya ynag pinter memasak, ayahnya yang pinter melawak, atau apapun. Mereka semua berlomba menceritakan kebaikan ayahnya masing-masing. Tapi aku?? Aku hanya diam membisu, aku bingung apa yang harus aku ceritakan ke mereka tentang ayah. Aku ingin bisa manceritakan ayah ke mereka. Aku ingin bilang ke mereka bahwa hanya ayahku, ayah yang terbaik. Tapi aku nggak bisa yah, karena ayah udah tiada. Ayah, saat-saat seperti itu, aku merasakan sakit yang begitu besar, luka yang begitu perih, aku merasa hidupku sudah tidak berarti lagi tanpa ayah disini. Aku ingin ayah kembali, disini, disampingku, dan nggak akan pergi lagi.

Terkadang aku bertanya pada Tuhan, mengapa dulu aku nggak ikut pergi sama ayah? Mengapa ayah pergi sendiri? Apa gunanya aku disini tanpa kehadiran ayah?. Tapi saat itu juga, aku sadar. Aku sadar kalau Tuhan masih sayang sama aku. Tuhan memberi kesempatan aku untuk menikmati indahnya dunia. Walaupun keindahan itu maya, karena hanya ayahlah satu-satunya sumber keindahanku. Dan aku berfikir, mungkin ini cobaan untukku, cobaan yang diberikan oleh Tuhan. Karena Tuhan tahu aku kuat dan tegar menjalani cobaan ini.

Dan yang terakhir untuk ayah, sebelum aku menghentikan goresan pena di buku diary ini, ayah, terima kasih selama ayah hidup, ayah sudah buat aku bahagia, ayah sudah buat aku tersenyum dan tertawa, terima kasih buat waktunya, terima kasih buat semuanya. Dan asal ayah tahu aku nggak akan pernah lupa tentang kenangan bersama ayah. Aku selalu sayang sama ayah, selamanya…… ”

Kini diary untuk ayah akan aku simpan dan akan slalu menjadi semangat serta motivasiku untuk menjalani kehidupakanku selanjutnya. Diary ini adalah kekuatan hidupku.

Copyright © / Sweet dream